• Hadapi Masa Depan Sebagai Orang Muslim

    foto: https://www.mustafalan.com

    Menurut tafsir Syekh Syihabuddin Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi didalam kitabnya Ruhul Ma'ani : " tiap-tiap kelakuan manusia yang udah ditunaikan pada era lalu, mencerminkan kelakuan dia untuk persiapan diakhirat kelak. Karena hidup didunia bagaikan satu hari dan keesokan harinya merupakan hari akherat, merugilah manusia yang tidak menyadari object utamanya".

     

    Jika kami berfikir object utama manusia hidup di dunia ialah bikin persiapan bekal untuk kehidupan yang kekal yaitu akherat, lalu sudahkah kelakuan yang udah ditunaikan kami merupakan manifestasi kecintaan kami kepada Allah Swt?.

     

    Cermin yang paling baik adalah era lalu, tiap-tiap individu membawa era lalu yang baik ataupun buruk, dan sebaik-baik manusia adalah tetap mengevaluasi bersama dengan bermuhasabah diri didalam tiap-tiap kelakuan yang udah ia lakukan.

     

    Sebagaimana pesan Sahabat Nabi Amirul Mukminin Umar bin Khottob :

    " حاسبوا أنفسكم قبل أن تحاسبوا "

    " Evaluasilah (Hisablah) dirimu sebelum bakal kalian dihisab dihadapan Allah kelak"

     

    Pentingnya tiap-tiap individu menghisab dirinya sendiri untuk tetap mengintrospeksi tingkat nilai kefaedahan dia sebagai seorang hamba Allah Swt. yang segala sesuatunya bakal dimintai pertanggungjawabannya diakherat kelak. Dan sebaik-baik manusia adalah yang sanggup mengambil alih hikmah berasal dari apa yang udah ia lakukan, lalu menatap hari esok yang lebih baik. Sebagaimana Dalam sebuah ungkapan yang terlampau terkenal Rasulullah Saw bersabda, yang berarti : “Barang siapa yang hari ini, th. ini lebih baik berasal dari hari dan th. yang lalu, dialah orang yang sukses, tapi siapa yang hari dan th. ini sama hari dan th. kemarin maka dia orang yang tertipu, dan siapa yang hari dan th. ini lebih tidak baik dairpada hari dan th. kemarin maka dialah orang yang terlaknat”

    Untuk itu, takwa wajib tetap menjadi bekal dan perhiasan kami tiap-tiap tahun, tersedia baiknya kami menyaksikan ulang jalan untuk menuju takwa.

     

    Para ulama tunjukkan setidaknya tersedia lima jalan yang patut kami renungkan memulai th. ini didalam capai ketakwaan. Jalan-jalan itu adalah:

     

    1. Muhasabah

     

    Yaitu evaluasi diri dan menaikkan mutu diri bersama dengan tetap mengambil alih hikmah berasal dari tiap-tiap sesuatu yang berlangsung didalam diri kita.

     

    2. Mu’ahadah

     

    Yaitu mengingat-ingat ulang janji yang pernah kami katakan. Setiap saat, tiap-tiap shalat kami seringkali bersumpah kepada Allah : إيّاك نعبد و إيّاك نستعين

    Hanya kepada-Mu-lah kami beribadah dan cuma kepada-Mu kami mohon pertolong.

     

    Kemudian kami berjanji ; ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين إن صلاتي “Sesungguhnya solatku, ibadahku, hidup dan matiku cuma sebab Allah Rabb semesta alam”. Dengan demikian, tersedia baiknya kami ulang mengingat-ingat janji dan sumpah kita. Semakin kerap kami mengingat janji, insya Allah kami bakal tetap menapaki kehidupan ini bersama dengan nilai-nilai ketakwaan. Inilah yang disebut bersama dengan mua’ahadah.

     

    3. Mujahadah

    Adalah bersungguh-sungguh kepada Allah Swt. Allah menegaskan didalam firmannya : والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا

    Orang-orang yang sungguh (mujahadah) dijalan Kami, Kami bakal menambahkan hidayah ke jalan kami.

     

    Terkadang kami ibadah tidak dibarengi bersama dengan kesungguhan, cuma menggugurkan kewajiban saja, kuatir jatuh kedalam dosa dan menapaki kehidupan beragama asal-asalan. Padahal bagi seorang muslim yang inginkan menjadi orang-orang yang bertakwa, maka mujahadah atau penuh kesungguhan adalah bagian tak terpisahkan didalam capai ketakwaan disamping muhasabah dan mu’ahadah.

     

    4. Muraqabah

     

    Adalah tetap menjadi diawasi oleh doa saat kehilangan barang Allah Swt. Inilah di antara pilar ketakwaan yang wajib dimiliki tiap-tiap kali kami memulai awal th. dan menutup th. yang lalu. Perasaan tetap menjadi diawasi oleh Allah didalam bhs hadisnya adalah Ihsan.

    ”الإحسان هو أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك"

    artinya :“Ihsan adalah engkau tetap beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, jikalau pun engkau belum sanggup melihat-Nya, ketahuilah sebenarnya Allah menyaksikan kepadamu”.

     

    Muraqabah atau ihsan adalah di antara jalan ketakwaan yang wajib kami persiapkan didalam menyambut dan isi lembaran th. baru.

     

    Dulu dimasa sahabat, sikap muraqabah tertanam bersama dengan baik dihati tiap-tiap kaum muslimin. Kita sanggup ambil sebuah contoh kisah. Suatu saat Amirul Mukminin Umar bin Khattab bertemu bersama dengan seorang anak gembala yang sedang menggembalakan kambing-kambingnya. Umar bicara kepada anak tersebut: Wahai anak gembala, juallah kepada aku seekor kambingmu! Si anak gembala menjawab : Kambing-kambing ini tersedia pemliknya, aku cuma cuma menggembalakannya saja. Umar lalu bicara : Sudahlah, katakan saja kepada tuanmu, mati dimakan serigala jikalau hilang satu tidak bakal ketahuan. Dengan tegas si anak itu menjawab : Jika demikian, dimanakah Allah itu? Umar demi mendengar jawaban si anak gembala ia pun menangis dan sehabis itu memerdekakannya.

     

    Lihatlah, seorang anak gembala yang tidak berpendidikan dan hidup di didalam kelas sosial yang rendah tapi membawa pembawaan yang terlampau mulia yaitu pembawaan menjadi tetap diawasi oleh Allah didalam segala hal. Itulah yang disebut bersama dengan muraqabah. Muraqabah adalah tentang yang terlampau wajib saat kami inginkan menjadikan takwa sebagai bekal hidup kami ditahun ini dan th. yang bakal datang. Jika sikap ini dimiliki oleh tiap-tiap muslim, insya Allah kami tidak bakal terjerumus pada kelakuan maksiat.

     

    Imam Ghazali mengatakan : ‘Aku yakin dan yakin bahwa Allah tetap melihatku maka aku malu berbuat maksiat kepada-Nya”.

     

    5. Mu’aqobah

     

    Artinya, coba berikan sanksi kepada diri manakala diri melakukan sebuah kekhilafan, menambahkan teguran dan sanksi kepada diri jikalau diri melakukan kesalahan. Ini wajib ditunaikan sehingga kami tetap menaikkan amal ibadah kita. Manakala kami terlewat shalat subuh berjamaah maka hukumlah diri bersama dengan infak di siang hari, misalnya. Manakala diri terlewat membaca al-Qur’an ‘iqoblah diri bersama dengan berikan bantuan kepada si miskin. Kalau diri melepas sebuah amal shaleh maka hukumlah diri kami sendiri bersama dengan melakukan amal shaleh yang lain. Inilah yang disebut mu’aqabah. Jika sikap ini tetap kami budayakan, insya Allah kami bakal tetap sanggup menaikkan mutu ibadah dan diri kita.

     

    Mengawali th. 2009 Masehi dan th. 1429 Hijriyah ini, mari takwa wajib kami jadikan hiasan diri, bekal diri, bersama dengan menempuh lima cara tadi. Yaitu muhasabah, muahadah, mujahadah, muraqabah dan mu’aqabah. Evaluasi diri, mengingat-ingat janji diri, membawa kesungguhan diri, tetap menjadi diawasi Allah dan menambahkan hukuman pada diri kami sendiri. Jika lima tentang ini kami jadikan bekal Insya Allah menapaki hari demi hari, bulan demi bulan, th. demi th. kami bakal tetap menapakinya bersama dengan indah dan tetap meningkat mutu diri kita, insya Allah.  


  • Comments

    No comments yet

    Suivre le flux RSS des commentaires


    Add comment

    Name / User name:

    E-mail (optional):

    Website (optional):

    Comment: